Home / Company / News

PELABUHAN TERINTEGRASI DAN KOMITMEN BANGUN SINERGI

Sunday, 23 Jun 2013
Share this news
Share Twitter    Share Facebook    Share LinkedIn

“SAMPAI saat ini masih banyak tuduhan kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan Terminal Operator sebagai penyebab terjadinya biaya tinggi di pelabuhan. Hal tersebut didasari pada kenyataan masih terjadinya waktu tunggu yang lama bagi kapal untuk mendapatkan tambatan di dermaga, produktivitas bongkar muat barang yang rendah, peralatan yang kurang memadai, dll. Padahal sebagai penyedia jasa, kami justru menginginkan terjadinya produktifitas yang tinggi di dermaga. Sebab dengan cepatnya proses bongkar muat, utilitas dermaga juga akan semakin tinggi, hingga bisa digunakan melayani kapal berikutnya yang menunggu tambatan. Artinya, pendapatan dari pelayanan jasa dermaga juga akan bertambah. Tetapi untuk mencapai ke tingkat  yang demikian, diperlukan ketersiapan dan kualitas infrastruktur dan suprastruktur yang sebagian berada di luar kewenangan kami: ungkap Direktur Operasi & Teknik PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Faris Assagaf dalam paparan pada dialog interaktif terkait biaya logistik, yang diselengarakan oleh pra jurnalis peliput kegiatan pelabuhan di Hotel Elmi Surabaya, Selasa 11 Juni 2013 lalu.

Dialog yang dihadiri para pemangku kepentingan pelabuhan tersebut berhasil menguak beberapa “uneg-uneg” yang dipendam oleh mitra kerja dan pengguna jasa Pelabuhan Tanjung Perak, Surbaya. Meskipun Gubernur Jatim Soekarwo mewakilkan kehadirannya kepada Kadishub & LLAJ Jatim Wachid Wahyudi dan Dirut Pelindo III Djarwo Surjanto yang tengah melakukan tugas ke luar negeri diwakili Diroptek Faris Assagaf, tetapi dialog berkembang dengan dinamis dan konstruktif.

Hal-hal krusial seperti aanya hambatan akses pelabuhan di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) sebagai salah satu penyebab tingginya biaya logistik, kelambanan pelayanan di TPS, peran serta asosiasi kepelabuhanan, solusi mengatasi kemacetan akses darat ke pelabuhan dll, dibahas secara “sersan” (serius tetapi santai), dalam suasana dialogis yang jauh dari konfrontatif.

Pendorong Pertumbuhan 

Keynote speech yang disampaikan Kepala Dinas Perhubungan & LLAJ (Kadishub) Jatim, secara umum mengulas peranan pelabuhan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi daerah Jatim yang yang mampu melampaui angka pertumbuhan nasional. Yaitu pada kisaran 7,24% di tahun 2012, dan diprediksi tahun 2013 akan meningkat menjadi 7,60%. Hal itu tak lepas dari upaya Pemprov yang mendorong dibangunnya pelabuhan-pelabuhan baru seperti di Probolinggo yang kedepan dioperasikan bersama Pelindo III, Banyuwangi untuk layanan kapal-kapal pelra dan kapal ikan, Situbondo sebagai upaya membangkitkan kembali peran Pelabuhan Panarukan dan Paciran di Lamongan sebagai pelabuhan penyeberangan.

Menurut Wachid Wahyudi, kalau saat ini Jatim menempati ranking kedua dalam realisasi ekspor nasional, dapat diprediksi dengan akan dioperasikannya Terminal Multipurpose Teluk Lamong tahun depan, Jatim akan mampu menggeser DKI Jakarta dari posisi nomer satu. Dengan dioperasikannya terminal baru itu, maka komoditas unggulan Jatim berupa mineral, hasil agro dan manufaktur akan dapat lebih banyak diekspor.

“Kebijakan strategis yang ditempuh Pemprov Jatim saat ini adalah lebih banyak memberi peluang sampai 80% kepada investor swasta unuk ikut berperanserta sebagai penggerak ekonomi dan perdagangan dengan, sedang pemerintah hanya mengambil pangsa 20% saja.  Maka pada tahun 2012 lalu, nilai investasi di provinsi ini meningkat sampai sekitar 20,78% dan pemberian ijin terhadap investasi baru meningkat 8,8%. Mencermati masih seringnya terjadi kemacetan angkutan jalan menuju ke pelabuhan ekspor, maka Pemprov segera melakukan crash-program untuk meningkatkan kualitas dan daya tampung dan kelancaran angkutan jalan raya, pada radius 100 Km dari Surabaya menjadi 4 jalur” ungkap Kadishub Jatim.

Pada kesempatan tersebut, Wachid Wahyudi juga “membocorkan” informasi bahwa Pemprov telah setuju dibangunnya jalur rel sampai ke pelabuhan oleh PT KAI, dan pembangunan fly-over sepanjang 1,5 Km mulai dari TMTL hingga ke interchange tol Romokalisari, atau opsi lain membangun jalan layang dari TMTL ke lingkar luar barat Surabaya.

Pelabuhan Terintegrasi         

Otoritas Pelabuhan III I Nyoman Gde Saputra yang mendapat julukan “Rais Aam Dewan Suro Pelabuhan”, pada paparannya membeberkan berbagai upaya yang terkait dengan pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak. Antaralain dikatakan: “Kedepan , Pelabuhan Tanjung Perak akan merupakan integrasi tiga kota yang meliputi Surabaya (Tanjung Perak dan TMTL - Terminal Multipurpose Teluk Lamong), Gresik (Kawasan Industri & Pelabuhan Terpadu Manyar)  dan Bangkalan (MISI, Madura International Seaport City), yang akan dikelola oleh beberapa Terminal Operator. Yang kini telah direalisasi adalah TMTL, dan yang segera akan dibangun adalah JIIP (Java Integrated Industrial & Port Estate) di Kalimireng. Manyar, sedang MISI yang akan membangun pelabuhan di Socah, Bangkalan, masih dalam tahapan studi Analisis Mengenai Dampak Atas Lingkungan (AMDAL) serta pembebasan lahan untuk back up area yang akan mendorong kawasan Madura menjadi daerah industri. Kesemuanya ini dibangun dalam rangka menjawab kebutuhan infrastruktur yang kian meningkat”.

Menurut bli Nyoman, pengembangan ini menjadi sangat penting, mengingat Pelabuhan Tanjung Perak eksisting, sudah kian padat hingga terancam mengalami kongesti dan stagnasi. Fihaknya optimis Rencana Induk Pelabuhan (RIP) akan segera dapat diselesaikan. Penyusunan master plan sudah berjalan sejak setahun terahir dan saat ini hanya tinggal menunggu masukan dari Bangkalan.

Bila TMTL akan merupakan pelabuhan serba guna untuk bongkar muat curah kering, petikemas dan general cargo  internasional maupun domestik, menurut Otpel, Pelabuhan Kalimireng Manyar yang terintegrasi dengan kawasan industri akan lebih difokuskan pada pelayanan bongkar muat bahan baku dan penolong industri, yang setelah menjadi barang jadi akan diekspor lewat pelabuhan yang ada di dekatnya. Sedang Pelabuhan Socah akan menjadi gerbang ekspor/impor untuk komoditas yang dihasilkan Madura Industrial Estate Socah (MIES), yang direncanakan sebagai relokasi Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).

“Adanya kawasan industri yang terintegrasi dengan pelabuhan, maka biaya logistik akan menjadi lebih murah. Sebab tidak lucu kalau barangnya diproses di pabrik yang ada di Cikarang dan harus diekspor lewat Tanjung Priok, maka struktur harga jualnya akan ditambah dengan biaya logistik yang dilakukan lewat darat. Juga bila barang diproses di Pasuruan tetapi ekspornya lewat Tanjung Perak, maka harga barang akan lebih mahal dibanding kalau barang diproses dan diekspor lewat pelabuhan yang terdapat di kawasan terpadu” jelas Otpel Pelabuhan III.

Waspadai Asing

“Sebenarnya persoalan mendasar yang dihdapi oleh perusahaan logistik dan forwarding di Indonesia, bukan hanya terbatas pada tingginya biaya logistik di negeri ini. Ke depan, dengan diberlakukannya pasar bebas Asean pada tahun 2015, kita akan menghadapi persaingan regional dalam usaha sector usaha ini. Ancaman lebih serius bisa terjadi bila World Trade Organization (WTO) memberlakukan pasar global tahun 2017 bagi Indonesia yang sudah meratifikasi perjanjian. Meskipun sebenarnya sudah agak terlambat, tetapi mulai saat ini kita harus memperkuat basis logistik dalam negeri guna menghadapi persaingan bebas, karena sebentar lagi perusahaan logistik dan forwarder regional maupun global akan “menyerbu”, masuk dengan membawa bukan saja Sumber Daya Manusia (SDM) mereka yang memiliki ketrampilan dan skill di atas rata-rata SDM kita, tetapi mereka juga akan membawa modal dan peralatan yang lebih kuat dibanding yang kita punyai, serta link pada pasar internasional yang telah mereka kuasai” ungkap Ketua DPD Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Timur Hengky Pratoko yang baru kembali dari mengikuti pertemuan International Logistic & Forwarding Association (ILFA) regional Asia di Colombo.

Masih dalam bahasan terkait biaya logistik, Dirop Pelindo III Faris Assagaf sekali lagi mengingatkan bahwa hal terseut bukan merupakan hal yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai masalah yang ada di sektor kepelabuhanan dan pelayaran. Ia menjelaskan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak sudah melakukan berbagai terobosan akan dapat meningkatkan kinerja. Antaralain dengan rekonfigurasi terminal mengarah pada dedicated berth, agar setiap terminal hanya menghandle satu dua jenis barang yang sesuai dengan peralatan yang tersedia di ermaga bersangkutan. Kemudian disusul pula dengan pembangunan Terminal Teluk Lamong. Tetapi upaya itu belum menjamin terjadinya peningkatan yang signifikan.

“Kendala utama yang terjadi di Tanjuung Perak bukan pada peralatan maupun fasilitas saja. Dalam rangka revitalisasi, Pelindo III telah memasang empat unit Harbor Mobile Crane dari rencana tujuh unit untuk melengkapi Terminal Jamrud Utara. Tetapi selama kapal-kapal yang berkunjung ke sana baru terbatas pada volume sampai sekitar  30.000 GT , maka arus barang tidak akan meningkat dengan signifikan. Penyebabnya, kapal-kapal besar belum mungkin masuk ke Tanjung Perak, selama Arus Pelayaran Barat Surabaya yang terkendala adanya kabel gas dan PLN belum diselesaikan agar alur pelayaran dapat dikeruk hingga minimal mencapai kedalaman -16 meter LWS” kata Dirop Pelindo III.

Tawarkan Konsorsium

Adalah Ketua DPC Khusus Organisasi Angkutan Darat (Organda) Pelabuhan Tanjung Perak Kody “Raja Uban” Lamahayu  yang juga pengusaha pelayaran dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM), yang dengan berapi-api meminta perhatian Pelindo III yang sebentar lagi akan mengoperasikan TMTL dengan dukungan logistic lewat jalur kereta api maupun dibangunnya monorel untuk mengangkut petikemas dari Tanjung Perak ke Teluk Lamong. Katanya: “Kalau hal itu nanti jadi dilaksanakan, lalu bagaimana nasib 3.000 truk anggota DPC Khusus Organda Tanjung Perak, yang selama ini telah membuktikan kontribusi positifnya bagi pelabuhan ?”

Yang pertama menjawab “curhat” itu adalah Otpel Pelabuhan III Nyoman Gde Saputra, dengan mengatakan: “Teman-teman tidak usah kawatir kehilangan peluang mencari rejeki di pelabuhan. Sebab sejauh yang kami ketahui, rencana masuknya jalur rel ke pelabuhan, tidak dengan maksud membunuh usaha angkutan darat. Nantinya, jalur relnya akan berhenti di Prapat Kurung, sebab kalau langsung melakukan handling di sisi kapal yang sandar di dermaga, akan berpotensi membahayakan. Karena itulah, Organda masih memiliki lahan bisnis dengan melakukan haulage petikemas dari ring-1 ke lapangan penumpukan atau juga ke stasiun bongkar muat kereta api”.

Sebagai penutup diskusi, Dirop Pelindo III Faris Assagaf menjelaskan: “Adanya kekawatiran bahwa kedepan Pelindo akan melakukan monopoli dengan membuna jalur usaha angkutan petikemas dari Tanjung Perak ke Teluk Lamong pergi pulang, juga harus jmendapatklarifikasi. Komitmen kami adalah: dengan pengembangan lini isaha baru, Pelindo III tidak ada maksud membunuh mitra kerja yang selama ini telah bersinergi bersama kami dengan baik. Rencana pembangunan monorel untuk angkutan petikemas, didasari pada pemikiran efisiensi pergerakan barang antar terminal yang masih berada di wilayah kerja kami sendiri, yang kalau harus diangkut dengan jalan darat  seperti sekarang, akan menambah kemacetan yang pada gilirannya merugikan secara keekonomian. Karenanya kami menawarkan peluang apakah dalam rangka membangun monorel dengan cara membangun sinergi, apakah Organda bersedia ikut masuk dalam konsorsium usaha yang akan kami bentuk ?”.

Mendengar itu, Kody Lamahayu bersemangat menyatakan kesediaannya!

Sumber : Dermaga.com