Sepanjang semester I tahun 2013, kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Perak didominasi kapal berbendera Indonesia (dalam negeri). Juru bicara PT Pelindo III (Persero), Edi Priyanto, mengatakan kunjungan kapal berbendera Indonesia mencapai 5.770 unit setara dengan 18.602.605 Gross Tonnage (GT). Sedangkan kapal berbendera asing terealisasi 1.014 unit setara dengan 15.773.164 Gross Tonnage (GT).
Secara keseluruhan, kunjungan kapal sepanjang semester I 2013 sebanyak 6.784 unit, turun 6 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu sebanyak 7.188 unit. Sedangkan realisasi berat kapal sebesar 34.375.769 Gross Tonnage (GT), naik 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2012 seberat 34.175.906 GT. "Hal itu sejalan dengan pemberlakuan azas cabotage pada tahun 2014. Dampaknya sudah terasa sekarang," kata Edi.
Azas Cabotage mengamanatkan, seluruh kapal-kapal niaga yang beroperasi di perairan Indonesia telah menggunakan bendera Indonesia guna memperkuat armada perdagangan nasional.
Edi merinci, kapal peti kemas yang masuk Pelabuhan Tanjung Perak sepanjang semester I tahun 2013 terealisasi 2.378 unit dengan berat kapal mencapai 18.669.523 Gross Tonnage (GT). Sedangkan general kargo sebanyak 1.448 unit setara 5.688.042 GT, kapal penumpang 590 unit setara dengan 4.497.557 GT, kapal tanker BBM sebanyak 293 unit setara dengan 2.407.090 GT, kapal curah cair nonBBM 236 unit atau setara 550.846 GT, kapal curah kering 121 unit setara 2.791.773 GT dan kapal roro 117 unit atau setara 623.795 GT. "Kapal petikemas masih mendominasi baik dalam satuan unit maupun berat gross tonagenya," kata dia.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Wilayah Jawa Timur, Hengki Pratoko, melihat pemberlakuan azas cabotage tak akan berguna ketika Asean Economic Community berlaku pada 2015. Dalihnya, kapal berbendera Negara Asean lainnya, bebas keluar masuk perairan Indonesia. Ia yakin, perusahaan pelayaran domestik belum siap menghadapi AEC 2015. Hengki menuding, AEC 2015 hanya menguntungkan pelayaran asing dan pemodal Singapura. Menurut Hengki, seharunys pemerintah menolak keseakatan AEC berlaku tahun 2015, atau paling tidak berlaku pada 2025 sambil mempersiapkan segala infrastrukturnya. "AEC itu didesain pemodal Singapura, karena mereka enggak punya wilayah perairan luas. Akhirnya melirik ceruk bisnis pelayaran di Indonesia," ujar Hengki.
Sumber : Tempo