Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan bersama rombongan direksi BUMN memperoleh kesempatan meninjau mega proyek pengembangan terminal peti kemas Teluk Lamong Surabaya.
Untuk menuju Teluk Lamong, Dahlan menunggang kapal angkut milik Pelindo III (Persero) yang dikelola PT Pelindo Marine Service (PMS) yaitu anak perusahaan dari Pelindo III (Persero). Berlayar selama 20 menit dari Tanjung Perak menuju Teluk Lamong, rombongan dinahkodai srikandi bernama Kapten Sisca.
Pada kesempatan itu, Dahlan sempat masuk ke dalam ruang kemudi melihat aksi Sisca mengemudikan kapal. Sisca Sendiri telah bekerja di PMS sejak 3 tahun silam.
"Sudah 3 tahun di PMS. Kalau di luar PMS sudah lama," ucap Sisca kepada wartawan di dalam kapal menuju Teluk Lamong Surabaya, Sabtu (28/9/2013).
Selama perjalanan menuju mega proyek senilai Rp 3,4 triliun itu, Dahlan sesekali menjelaskan kapal-kapal yang bersandar di area pelabuhan kepada sang cucu, Ica.
"Diangkut di sini terus dikirim ke mana. Kapal punya crane. Tapi itu mahal. Selama di atas laut dia nganggur. Itu rugi. Ngapain beli dipakainya sekali saja," kata Dahlan kepada sang Cucu.
Kepada rekan media, Dahlan menjelaskan terminal Teluk Lamong yang merupakan pengembangan Tanjung Perak ini bisa melayani kapal-kapal berukuran super besar.
"Teluk Lamong bisa kedalaman 14-16 meter. Pelabuhan baru ini bisa menerima kapal-kapal. Namun ada kendala kaut selat kanal harus bisa dikeruk 16 meter. Jangan sampai pelabuhan masuknya hanya 9 meter. BUMN punya kemampuan dan dana keruk selat kanal. Perizinan masih diurus," jelasnya.
Direktur Utama Pelindo III Jarwo Suryanto menjelaskan konsep terminal Teluk Lamong akan mengusung tema pelabuhan ramah lingkungan atau green port. Pelabuhan ini tidak menggunakan tenaga BBM dalam operasional mesin bongkar muat.
Peralatan akan menggunakan energi listrik hingga gas. Bahkan untuk menggerakkan peralatan memanfaatkan teknologi kontrol elektronik.
"Ide kita terminal Teluk Lamong akan menjadi green port. Kita akan mengurangi penggunaan carbon. Nah, kalau sekarang kita ke Tanjung Perak banyak alat-alat kita yang pakai diesel. Ini selain BBM mahal, timbulkan efek rumah kaca," kata Jarwo.